kemdikbud.go.id — Masyarakat berharap kurikulum 2013 dapat benar-benar mendorong peserta didik, untuk mampu lebih bak dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengomunikasikan (mempresentasikan) apa yang diperoleh atau diketahui setelah siswa menerima materi pembelajaran. Berbagai masukan yang ditampung melalui laman http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id pun lebih banyak mempertanyakan tenang kesiapan dalam implementasinya nanti.
Dede, asal Jogjakarta menulis seperti ini; kurikulum 2013 menarik untuk dikaji, dan diterapkan, tapi bila praktiknya seorang guru belum mampu mengimplementasikan kurikulum 2013, tentu ini menadi PR bagi Kemdikbud, tak ayal guru masih belum mampu untuk menyerap kurikulum ini, dikarenakan sosialisasi terhadap guru-guru di pedesaan maupun kota masih belum sepenuhnya, dan saya harap kurikulum ini bisa menjadikan guru dan murid serta masyarakat berperan aktif, bukannya memberikan tugas-tugas tambahan, cukup murid disuruh membaca materi yang akan diajarkan saat di sekolah baru guru tinggal menerangkan dan murid bertanya.
Lain lagi yang ditulis oleh Samiri asal Kalimantan Barat, guru Bahasa Indonesia ini menulis, saya sangat mendukung rancangan kurikulum 2013 ini, karena sangat menekankan pada pengembangan sikap/karakter dan kompetensi siswa. Hal ini kalau kita lakukan dari dulu saya yakin negara ini tidak akan terpuruk seperti sekarang ini.
Nanang Hambali, asal Jawa Barat, seorang kasi kurikulum menyatakan sangat mengapresiasi atas perubahan kurikulum terutama pada tataran paradigma berpikir yang berorientasi dari what, who menuju why dan how. Tapi ini sangat berat pada tataran implemensinya terutama pada aspek guru dan sarana. Kendala pada aspek guru, oleh karena materi-materi pelatihan ke depan harus banyak berorientasi pada pendalaman materi pelajaran dan proses pembelajarannya, tidak berhenti pada tataran administratif pembelajaran.
Menyangkut sarana praktek, Nanang menuliskan, sebaiknya bangku praktek dipaket dari pusat dan terbuat dari bahan yang dianggap pas untuk praktek, tidak diserahkan ke daerah, karena di bawah banyak yang kurang memahami tentang sarana dan alat praktek. Jepang –saya pernah pergi ke sana– antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lain, sama dan sesuai dengan kebutuhan praktek yang opimal. Jangan sibukkan kami karena dikerubuti LSM dan media gara-gara masalah alat, kapan ada waktu untuk memikirkan mutu pendidikan.
Seorang siswa, Azmi Zaki Waliudin Althaf, asal Jawa Timur, menulis sebagai berikut, saya seorang siswa SMP RSBI, saya setuju atas semua usul kurikulum 2013, namun saya sarankan agar menghilangkan kata RSBI atau SBI di sekolah-sekolah. Terus terang saya dan teman-teman merasa keberatan dengan semua pembelajaran di SMP RSBI. Adanya sistem RSBI dan SBI dapat memperlebar jurang pemisah antara SMP biasa dengan SMP RSBI.
Itulah respon yang bisa ditampilkan. Masukan dan komentar lainnya dapat dilihat secara langsung pada laman Uji Publik Kurikulum 2013 Kemdikbud. Masukan-masukan ini amat berharga untuk penyempurnaan pengembangan kurikulum 2013. (Kemi)
Leave A Comment